Monday, February 18, 2013

YADNYA



Yajna berasal dari akar kata “Yaj” persembahan, pemujaan, pengorbanan. Yajna dalam artian sempit tidaklah semata ritualistik saja tapi didalamnya terkandung nilai kosmis, filosofis, religius dan sosiologis yang dapat menyerap berbagai aspek kehidupan . Yajna suatu pelayanan kehadapan Hyang Widhi secara tulus iklas sebagai momentum bagi umat Hindu untuk bisa intropeksi diri penuh pengabdian dengan melaksanakan kewajibannya sebagai manusia, didalam usaha menemukan hakekat dirinya yang sejati.

Dengan memahami dan menghayati makna dari yajna akan memberi tutunan dan tatanan etika moral spiritual yang dijadikan landasan utama dalam melakoni dan menikmati hidup ini. Sri Krishna berkata pada sahabat pengembala ternaknya di tepi sungai suci yang tenang dan melayani dunia ini dengan setiap bagian dari kehidupannya, mereka menahan keganasan angin, cuaca, panas dan dingin. Mereka terus menerus memberi kita pelayanan tanpa menuntut suatu imbalan apapun, tidak ada binatang yang berteduh disana pergi dengan kekecewaan, dengan daun-daun, keteduhan, buah dan akar, kulit dan dahan-dahanan, kayu dan inti pohonnya semua memperlihatkan pelayanan berulang-ulang tanpa henti.

Untuk itulah umat Hindu dengan kelebihan dan kekurangannya mempunyai kewajiban berpegang teguh pada dharma, dalam menyelami lautan kasih dengan penuh pengabdian disetiap gerak nafas hidupnya.

Mengapa harus beryadnya???
Umat Hindu hendaknya menyadari di dunia ini bukan hanya ciptaan belaka, ia mempunyai tanggung jawab penuh sebagai mahluk Tuhan, sosial dan individual, maka dari itulah hendaknya umat Hindu beryajna dalam artian luas. Lakukanlah sebagai manusia dengan hati yang tulus iklas tanpa pamrih. Mengapa umat Hindu di dunia mempunyai kewajiban untuk beryajna. Gita bersabda bahwa : “Manusia tercipta berkat Yajna”. Dengan demikian Tuhan mengorbankan diri-Nya dalam proses menciptakan manusia, untuk itulah umat Hindu berkewajiban melaksanakan yajna sebagai wujud bhaktinya terhadap anugrah-Nya. Jika umat Hindu menyadari bahwa dirinya ada berkat ciptaan Tuhan, manusia tidak akan menyombongkan dirinya “Nyapa kadi aku” sebagai terlihat pada fenomena dunia sekarang ini. Tuhan kuasa atas dunia ini manusia kadang-kadang ingin menolaknya, tapi tidak bisa mengelak atas kuasa-Nya (Gita III.10).

Disamping itu pula hendaknya umat Hindu memutar cakra yajna seperti yang disebutkan dalam Bhagawadgita “dari makanan makhluk menjelma, dari hujan lahirlah makanan dan dari yajna munculah hujan dan yajna lahir dari pekerjaan”. Cakra yajna inilah hendaknya diputar secara harmonis dalam suatu kesatuan. Apabila salah satunya saja putus dunia ini tidak dapat bekerja. Bagaikan rantai makanan antara satu dengan yang lainnya saling membutuhkan Cakra yajna ini harus berputar agar roda kehidupan berjalan tanpa adanya benturan-benturan, maka dari itulah umat Hindu hendaknya menyadari keberadaannya secara histolistik selalu saling berhubungan dan saling membutuhkan di dalam usahanya memerankan peranannya sebagai manusia di dunia ini (Gita III.14).

Tujuan Beryajna………
Yajna yang dilakukan oleh umat Hindu memiliki tujuan yang utama, didalamnya terkandung nilai-nilai universal untuk memenuhi tujuan yang sesuai dengan doktrin ”Mokshartam jagadhitaya ca iti dharma” dan “catur purusa artha”. Umat Hindu yang melakukan yajna akan terbebaskan dari ikatan dosa. Gita bersabda: “orang-orang yang baik yang makan apa yang tersisa dari yajna mereka itu akan terlepas dari segala dosa”. Beryajna juga untuk membebaskan diri dari ikatan hukum karma. Gita mengatakan agar melakukan pekerjaan didasari oleh yajna tanpa mengikatkan diri, dengan tulus iklas mereka akan terbebas dari ikatan hukum karma (Gita III.9,13).

Disamping itu pula beryajna untuk mencapai kelepasan yang merupakan akhir dari tujuan agama Hindu yaitu Moksa. Jadi beryajna merupakan jalan untuk mencapai Brahman yang merupakan suatu tujuan yang amat mulia dengan membebaskan diri dari ikatan-ikatan dunia. Mereka yang memakan makanan suci dari sisa-sisa yajna akan mencapai Brahman (Gita IV. 31, 32)

Yang menjadi tujuan yajna memberikan peluang bagi umat Hindu untuk selalu berjuang membenahi jalan hidupnya dengan perbuatan yang baik dalam usaha menolong diri dari penderitaan atau sengsara.

Lakukanlah kewajibanmu janganlah hasil dari pekerjaan itu menjadi alasanmu, jangan membiarkan dirimu untuk tidak melaksanakan sesuatu pekerjaan apapun.
Bekerjalah tanpa mengikatkan diri pada hasilnya terlebih dahulu (rame ing gawe sepi ing pamrih). Tuhan pasti telah memperhitungkan apa yang telah kita perbuat maka dari itu berbenahlah karena lahir jadi manusia sangatlah utama.

Bentuk Yajna…………..
Adapun bentuk yajna dalam Bhagawadgita :
A. Drawaya Yajna adalah Yajna dengan sarana benda-benda material dan kekayaannya.
B. Tapa Yajna adalah Yajna dengan melaksanakan tapa atau latihan batin.
C. Yoga Yajna adalah Yajna dengan melaksanakan yoga
D. Swadhaya Yajna adalah Yajna dengan mempelajari ajaran suci
E. Jnana Yajna adalah dengan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan

Panca yajna dalam Bhagawadgita ini hendaknya merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan, yajna dengan materi dijadikan media bagi yang melaksanakan tapa dan yoga untuk selalu memfokuskan pikirannya dan melatihnya secara terus menerus yang disertai tuntunan ajaran suci, pengetahuan dan kebijaksanaan. Sehingga yajna secara menyeluruh terangkai dalam suatu sistem untuk dilaksanakan dalam kehidupan beragama Hindu.

Bentuk yajna dalam Bhagawadgita memberikan gambaran yang jelas bahwa yajna memiliki makna yang komperensif integral dalam pelaksanaannya sehingga mampu merampung berbagai aspek kehidupan manusia tanpa adanya benturan-benturan yang mempersulit hidup manusia. Bentuk yajna dalam Bhagawadgita mengakomodasi sejauh mana tingkat kemampuan seseorang dalam usaha pencapaian-Nya dengan tetap yang menjadi pondasinya adalah keyakinan dan ketulusikhlasan. Bentuk yajna ini memberiksn kesempatan untuk mengaflikasikan berbagai tingkat kemampuan umat Hindu tanpa memandang rendah bentuk yang lainnya.

Sifat Yajna………
Sifat yajna tergantung pada manusia yang melaksanakannya, dimana manusia itu sendiri mempunyai tiga sifat yang disebut Triguna (Sattwam, Rajas dan Tamas). Sesungguhnya ketiga sifat itu selalu ada pada diri manusia yang sudah tentunya mempunyai intensitas berbeda. Dan yang terpenting adalah bagaimana kita menyadari suatu kreaktivitas yajna ketiga sifat ini bergerak menyesuaikan pada situasi dan kondisi tertentu sesuai dengan aturan, bekerja secara sinergis, saling mendukung.

Dalam Bhagawadgita secara jelas telah mengklasifikasikan yajna menjadi tiga yaitu ; Sattwika, Rajasika dan Tamasika. Dalam kondisi ini riil di masyarakat pemahaman sifat yajna ini masih kurang. Adapun sifat yajna dalam Bhagawadgita XVII 11-13 :
  1. Sattwika yajna yang dihaturkan sesuai dengan sastranya, tidak mengharapkan hasilnya, teguh, yakin dan percaya, sadar akan kewajiban beryajna.
  2. Rajasika yajna yaitu yajna yang dilaksanakan dengan mengharapkan hasilnya, memamerkan apa yang telah dimilikinya, penuh denga nafsu dan keinginan.
  3. Tamasika yajna yaitu yajna yang dilakukan tidak sesuai dengan petunjuk sastra, tidak ada makanan yang dibagikan, tidak ada mantra, tidak ada syair yang dinyanyikan, tidak ada punia dan daksina yang diberikan, tidak dilandasi keyakinan dan kepercayaan.

No comments:

Post a Comment